PPHN di Persimpangan Reformasi: MPR Bentuk Tim Perumus untuk Tuntaskan Arah Haluan Negara Baru
Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) kembali menjadi tema penting dalam diskursus ketatanegaraan Indonesia. Di tengah kebutuhan akan arah pembangunan jangka panjang yang konsisten lintas pemerintahan, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) melalui Badan Pengkajian intensif membahas substansi dan bentuk hukum PPHN agar sejalan dengan prinsip sistem presidensial modern dan hasil reformasi konstitusi.
Penguatan agenda tersebut tampak jelas dalam rapat pleno Badan Pengkajian MPR yang digelar di Ruang GBHN, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, pada Senin, 26 Mei 2025. Rapat pleno ini dihadiri Wakil Ketua MPR Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) selaku Koordinator Bidang Pengkajian MPR, Ketua Badan Pengkajian MPR Andreas Hugo Pareira, para Wakil Ketua yaitu Hj. Hindun Anisah, Benny K. Harman, dan Tifatul Sembiring, anggota Badan Pengkajian MPR, serta Sekretaris Jenderal MPR Siti Fauziah beserta jajaran. Agenda utama rapat adalah pembentukan Tim Perumus Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN).
1. PPHN dalam Lintasan Reformasi Konstitusi
Secara historis, arah pembangunan nasional pernah dituangkan dalam bentuk Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN). GBHN ditetapkan oleh MPR ketika lembaga ini masih berstatus sebagai lembaga tertinggi negara, dan Presiden dipilih serta bertanggung jawab kepada MPR. Dalam kerangka tersebut, GBHN mengikat langsung kebijakan Presiden dan menjadi pedoman utama penyelenggaraan pemerintahan.
Amandemen UUD 1945 periode 1999–2002 mengubah secara mendasar struktur ketatanegaraan. MPR tidak lagi menjadi lembaga tertinggi negara, Presiden dipilih langsung oleh rakyat, dan mekanisme pertanggungjawaban kepada MPR dihapus. Dampaknya, GBHN dihapus dan arah pembangunan kemudian disalurkan melalui instrumen teknokratis seperti RPJPN dan RPJMN.
Dalam perjalanannya, muncul evaluasi bahwa perencanaan teknokratis saja belum cukup untuk menjamin kesinambungan pembangunan jangka panjang. Di sinilah PPHN dirumuskan sebagai haluan negara versi baru yang bertujuan memberikan arah strategis jangka panjang, namun tetap kompatibel dengan sistem presidensial yang demokratis. Dengan kata lain, PPHN bukan kebangkitan GBHN, melainkan reorientasi haluan negara dalam kerangka konstitusional pascareformasi.
2. Mandat Politik dan Tahapan Kajian PPHN
Ketua Badan Pengkajian MPR, Andreas Hugo Pareira, menjelaskan bahwa pembahasan PPHN telah dimulai sejak MPR periode 2014–2019 dan berlanjut pada MPR periode 2019–2024. Keberlanjutan kajian ini kemudian dipertegas melalui Keputusan MPR Nomor 3 Tahun 2024 tentang Rekomendasi MPR Masa Jabatan 2019–2024, yang memberikan mandat kepada Badan Pengkajian MPR periode 2024–2029 untuk:
- menuntaskan pembahasan substansi PPHN;
- merumuskan pilihan bentuk hukum PPHN; dan
- melaporkan hasil kajian kepada Pimpinan MPR untuk diambil putusan pada bulan Agustus.
Sejak Oktober 2024 hingga Mei 2025, Badan Pengkajian MPR telah melaksanakan serangkaian rapat pleno dan focus group discussion (FGD) dalam kelompok-kelompok untuk satu topik utama berkaitan dengan PPHN. Hingga 20 Mei 2025, seluruh kelompok Badan Pengkajian, dari Kelompok I sampai Kelompok V, telah menyelenggarakan FGD untuk memperoleh masukan dari para pakar, akademisi, dan praktisi dari perguruan tinggi dan institusi terkait. FGD ini berfungsi sebagai uji sahih terhadap substansi PPHN maupun pilihan bentuk hukum yang paling tepat.
3. Rapat Pleno 26 Mei 2025 dan Pembentukan Tim Perumus
Sebagai kelanjutan dari tahapan kajian tersebut, rapat pleno Badan Pengkajian MPR pada 26 Mei 2025 memutuskan pembentukan dua Tim Perumus PPHN. Keputusan ini sejatinya telah dipersiapkan sejak rapat pimpinan Badan Pengkajian MPR pada 20 Mei 2025, yang menyepakati perlunya tim khusus untuk merumuskan substansi dan bentuk hukum PPHN secara lebih terfokus.
Dua Tim Perumus yang dibentuk memiliki tugas yang berbeda namun saling melengkapi:
- Tim Perumus I bertugas menyusun kajian pilihan bentuk hukum PPHN, termasuk apakah PPHN akan diatur melalui amandemen terbatas UUD 1945, Ketetapan MPR, atau bentuk hukum lainnya.
- Tim Perumus II bertugas menuntaskan perumusan substansi PPHN, yang mencakup visi jangka panjang, arah kebijakan negara, serta kerangka besar pembangunan nasional.
4. Struktur dan Komposisi Tim Perumus
Tim Perumus disusun berdasarkan prinsip representasi politik dan daerah. Seluruh pimpinan dan anggota Badan Pengkajian MPR yang berjumlah 45 orang dibagi ke dalam dua tim tersebut. Setiap fraksi dan Kelompok DPD memperoleh alokasi anggota yang dibagi merata di Tim Perumus I dan Tim Perumus II.
Komposisi Tim Perumus secara garis besar adalah sebagai berikut:
- PDI Perjuangan: 6 orang (3 di Tim Perumus I, 3 di Tim Perumus II)
- Partai Golkar: 6 orang (3 di Tim Perumus I, 3 di Tim Perumus II)
- Partai Gerindra: 4 orang (2 di Tim Perumus I, 2 di Tim Perumus II)
- PKB: 3 orang (2 di Tim Perumus I, 1 di Tim Perumus II)
- Nasdem: 4 orang (2 di Tim Perumus I, 2 di Tim Perumus II)
- PAN: 3 orang
- PKS: 2 orang (masing-masing satu di setiap tim)
- Demokrat: 2 orang (masing-masing satu di setiap tim)
- Kelompok DPD: 10 orang (5 di Tim Perumus I, 5 di Tim Perumus II)
Pimpinan Badan Pengkajian MPR menjadi pimpinan Tim Perumus. Andreas Hugo Pareira menegaskan bahwa fraksi-fraksi dan Kelompok DPD diminta segera menyampaikan nama-nama anggota yang ditempatkan di Tim Perumus I dan Tim Perumus II agar kerja tim dapat segera dimulai sesuai jadwal.
5. Jadwal Kerja dan Target Pengesahan
Badan Pengkajian MPR menargetkan tahapan kerja yang cukup ketat. Tim Perumus I dan Tim Perumus II dijadwalkan mulai bekerja pada 24 Juni 2025. Keduanya harus menyelesaikan tugas perumusan dan menyampaikan laporan dalam rapat pleno Badan Pengkajian MPR yang ditargetkan berlangsung pada 21 Juli 2025.
Setelah disepakati dalam rapat pleno Badan Pengkajian, substansi dan bentuk hukum PPHN akan dilaporkan oleh Pimpinan Badan Pengkajian kepada Pimpinan MPR. Selanjutnya, Pimpinan MPR akan menindaklanjuti laporan tersebut sesuai dengan Tata Tertib MPR, dengan agenda pengambilan keputusan yang direncanakan pada bulan Agustus.
6. PPHN, Sistem Presidensial, dan Tantangan Implementasi
Di luar aspek prosedural, pembahasan PPHN juga menyentuh isu-isu prinsipil dalam sistem presidensial Indonesia. PPHN diharapkan dapat menjadi pedoman jangka panjang tanpa mengembalikan pola hubungan seperti era GBHN, di mana Presiden bertanggung jawab kepada MPR sebagai lembaga tertinggi negara. Oleh karena itu, penyusunan PPHN harus memastikan:
- tetap tegaknya prinsip pemilihan langsung Presiden dan pembagian kekuasaan pascareformasi;
- substansi PPHN jelas, terukur, dan dapat dioperasionalkan dalam kebijakan nasional;
- terjadi harmonisasi antara PPHN, RPJPN, RPJMN, dan perencanaan pembangunan daerah;
- terbuka ruang partisipasi publik, akademisi, dan pemangku kepentingan lain dalam proses perumusannya.
Tanpa perhatian serius terhadap hal-hal tersebut, PPHN berpotensi menjadi dokumen formal yang sulit diimplementasikan atau bahkan menimbulkan tumpang tindih kewenangan. Sebaliknya, bila dirumuskan secara hati-hati, transparan, dan inklusif, PPHN dapat berfungsi sebagai kompas strategis yang menjaga konsistensi arah pembangunan nasional dalam jangka panjang.
Pada akhirnya, dinamika pembahasan PPHN dan pembentukan Tim Perumus di tubuh MPR menunjukkan upaya serius negara untuk menata kembali haluan pembangunan. Proses ini menjadi momen penting untuk memastikan bahwa arah bangsa tidak hanya ditentukan oleh siklus politik lima tahunan, melainkan bertumpu pada visi jangka panjang yang disepakati secara konstitusional dan demokratis.
Baca juga artikel terkait: Amandemen UUD 1945
{ "@context": "https://schema.org", "@type": "BreadcrumbList", "itemListElement": [ { "@type": "ListItem", "position": 1, "name": "Beranda", "item": "https://www.kelashukumonline.com/" }, { "@type": "ListItem", "position": 2, "name": "MPR Bentuk Tim Perumus untuk Tuntaskan Arah Haluan Negara Baru", "item": "https://www.kelashukumonline.com/2025/12/pphn-mpr-bentuk-tim-perumus-haluan-negara.html" } ] }


.webp)


