Amandemen UUD 1945 dan Perubahan Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Materi ini membahas pengertian amandemen UUD 1945, alasan dan tujuan perubahan konstitusi, kesepakatan dasar amandemen, serta rincian Perubahan Pertama (1999), Kedua (2000), Ketiga (2001), dan Keempat (2002) beserta pasal-pasal yang diubah atau ditambahkan. Termasuk juga analisis kelebihan, tantangan, dan arah kebutuhan perubahan konstitusi berikutnya.
A. Pengertian Amandemen UUD 1945
Amandemen UUD 1945 adalah proses perubahan terhadap ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Dasar 1945 untuk menyempurnakan pengaturan ketatanegaraan, menegaskan batas kekuasaan politik, memperkuat jaminan hak warga negara, dan menyesuaikan struktur kelembagaan negara dengan kebutuhan zaman. Amandemen tidak dimaksudkan mengganti negara, tidak mencabut Pancasila, tidak mengubah bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan tidak membubarkan sistem pemerintahan presidensial. Identitas dasar tetap, yang diperbaiki adalah batang tubuhnya.
Amandemen UUD 1945 di Indonesia dilaksanakan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dalam empat tahap pada periode 1999–2002.
B. Alasan Amandemen UUD 1945
- Kekuasaan Presiden terlalu dominan sebelum reformasi. Tidak ada pembatasan masa jabatan yang tegas, dan mekanisme kontrol terhadap Presiden lemah.
- Jaminan hak asasi manusia belum eksplisit. UUD 1945 sebelum amandemen tidak memuat katalog HAM secara lengkap.
- Hubungan antar lembaga negara tidak seimbang. MPR diposisikan sebagai pemegang kedaulatan tertinggi. DPR belum kuat, dan mekanisme check and balance masih minim.
- Tuntutan reformasi 1998. Rakyat menuntut demokrasi, transparansi, akuntabilitas, dan pembatasan kekuasaan Presiden.
- Kebutuhan penyesuaian kelembagaan modern. Misalnya otonomi daerah, pemilu langsung, Mahkamah Konstitusi, Dewan Perwakilan Daerah (DPD), pengawasan APBN, jaminan sosial, pendidikan, dan kejelasan posisi TNI–Polri.
C. Kesepakatan Dasar Amandemen
Selama proses amandemen UUD 1945, ada batas-batas yang disepakati sebagai “tidak boleh disentuh”:
- Pembukaan UUD 1945 tidak diubah.
- Pancasila tetap sebagai dasar negara.
- Bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidak diubah.
- Bentuk pemerintahan tetap republik.
- Sistem pemerintahan tetap presidensial.
- Hal-hal normatif yang dulu ada di Penjelasan UUD 1945 dipindahkan ke pasal-pasal, agar memiliki kekuatan mengikat langsung.
D. Tujuan Amandemen UUD 1945
- Memperkuat demokrasi konstitusional. Kedaulatan rakyat dijalankan menurut UUD, bukan menurut figur atau satu lembaga tunggal.
- Membatasi kekuasaan eksekutif. Masa jabatan Presiden/Wapres dibatasi dua periode; ada mekanisme pemberhentian (impeachment); Presiden tidak boleh membubarkan DPR.
- Menjamin hak asasi manusia secara tegas. Hak-hak dasar warga negara ditegaskan dalam Bab HAM (Pasal 28A–28J).
- Menciptakan check and balance antarlembaga negara. DPR kuat di legislasi dan anggaran, DPD mewakili daerah, MK menguji undang-undang, BPK mengaudit keuangan negara, Komisi Yudisial menjaga integritas hakim.
- Menata ulang struktur kelembagaan negara. Misalnya dengan otonomi daerah, pemilu langsung, peran DPD, penguatan audit APBN, kewajiban negara atas pendidikan dan jaminan sosial.
E. Tahap-Tahap Perubahan UUD 1945
UUD 1945 diubah empat kali: Perubahan Pertama (1999), Perubahan Kedua (2000), Perubahan Ketiga (2001), dan Perubahan Keempat (2002). Di bawah ini dijelaskan isi pokok setiap tahap, beserta tabel pasal yang diubah atau ditambahkan.
1. Perubahan Pertama UUD 1945 (19 Oktober 1999)
Uraian Umum Perubahan Pertama
- Masa jabatan Presiden/Wakil Presiden dibatasi maksimal dua periode.
- Kekuasaan membentuk undang-undang dipindahkan secara tegas ke DPR.
- Kewenangan prerogatif Presiden (grasi, amnesti, hubungan luar negeri) harus melibatkan DPR atau Mahkamah Agung.
- Diatur mekanisme pelantikan Presiden/Wapres dalam keadaan darurat.
Tabel Perubahan Perubahan Pertama
| Pasal | Status | Sebelum Amandemen | Setelah Perubahan | Catatan Substansi |
|---|---|---|---|---|
| Pasal 5 ayat (1) | Diubah | "Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat." | "Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat." | Presiden tidak lagi disebut pemegang kekuasaan legislatif; peran Presiden dipersempit jadi pengusul RUU. |
| Pasal 7 | Diubah | Presiden/Wapres menjabat 5 tahun dan dapat dipilih kembali (tanpa batas eksplisit). | Presiden/Wapres menjabat 5 tahun dan hanya dapat dipilih kembali satu kali dalam jabatan yang sama. | Batas maksimal dua periode. |
| Pasal 9 | Diubah + ayat baru | Sumpah Presiden/Wapres di hadapan MPR atau DPR, tanpa pengaturan keadaan darurat. | Sumpah tetap, dan ayat (2) baru: jika MPR/DPR tidak dapat bersidang, pelantikan dapat dilakukan di hadapan pimpinan MPR dengan disaksikan Mahkamah Agung. | Mekanisme pelantikan dalam keadaan luar biasa. |
| Pasal 13 ayat (2), (3) | Diubah | Presiden mengangkat dan menerima duta sepenuhnya sendiri. | Pengangkatan dan penerimaan duta harus memperhatikan pertimbangan DPR. | DPR ikut mengawasi hubungan luar negeri. |
| Pasal 14 | Diubah | Presiden memberi grasi, amnesti, abolisi, rehabilitasi secara prerogatif pribadi. | Grasi & rehabilitasi dengan pertimbangan Mahkamah Agung; amnesti & abolisi dengan pertimbangan DPR. | Prerogatif Presiden dibatasi dan diawasi. |
| Pasal 15 | Diubah | Presiden memberi gelar, tanda jasa, tanda kehormatan. | Presiden memberi gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan yang diatur dengan undang-undang. | Kewenangan simbolik Presiden harus berlandaskan UU. |
| Pasal 17 ayat (2), (3) | Diubah | Menteri memimpin departemen; diangkat/diberhentikan Presiden. | Menteri diangkat/diberhentikan Presiden; setiap menteri membidangi urusan tertentu. | Struktur kabinet jadi fleksibel, tidak harus "departemen". |
| Pasal 20 | Diubah total | DPR menyetujui RUU, tetapi Presiden dianggap pemegang kekuasaan membentuk UU. | (1) DPR memegang kekuasaan membentuk UU. (2)-(4) RUU dibahas DPR–Presiden dan disahkan Presiden. | Kekuasaan legislasi secara formal ditempatkan di DPR. |
| Pasal 21 | Disesuaikan | Anggota DPR boleh mengajukan RUU, tetapi Presiden bisa menahan pengesahan. | Anggota DPR berhak mengajukan usul RUU. | Hak inisiatif DPR dipertegas. (Masalah veto diam Presiden dirapikan lagi di Perubahan II.) |
2. Perubahan Kedua UUD 1945 (18 Agustus 2000)
Uraian Umum Perubahan Kedua
- Otonomi daerah ditegaskan secara konstitusional dalam Pasal 18 baru.
- DPR diposisikan sebagai lembaga legislatif dengan fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan.
- Bab Hak Asasi Manusia (Pasal 28A–28J) dimasukkan langsung dalam UUD.
- Peran TNI (pertahanan) dan Polri (keamanan dalam negeri) dipisahkan secara tegas.
- Simbol negara seperti Garuda Pancasila dan “Indonesia Raya” dinyatakan langsung dalam UUD.
Tabel Perubahan Perubahan Kedua
| Pasal / Bab | Status | Sebelum Perubahan | Sesudah Perubahan | Catatan Substansi |
|---|---|---|---|---|
| Pasal 18 | Diubah besar | Menyebut pembagian daerah besar/kecil dan menghormati hak asal-usul daerah istimewa. | Tujuh ayat baru: provinsi → kabupaten/kota; kepala daerah dipilih demokratis; daerah punya DPRD hasil pemilu; otonomi seluas-luasnya; hak membuat Perda, dan seterusnya. | Otonomi daerah naik derajat konstitusional. |
| Pasal 18A | Pasal Baru | Tidak ada. | Mengatur hubungan kewenangan dan keuangan antara pusat dan daerah. | Distribusi kewenangan & fiskal pusat-daerah. |
| Pasal 18B | Pasal Baru | Tidak ada. | Pengakuan daerah yang bersifat khusus/istimewa dan pengakuan hak-hak masyarakat adat selama sesuai NKRI. | Pengakuan terhadap kekhususan daerah dan hak adat. |
| Pasal 19 | Diubah | DPR diatur dengan UU; DPR bersidang sekurang-kurangnya sekali setahun. | Anggota DPR dipilih melalui pemilihan umum; DPR bersidang sedikitnya sekali setahun; susunannya diatur dengan UU. | DPR dipastikan berasal dari pemilu langsung. |
| Pasal 20 ayat (5) | Ayat Baru | Tidak ada mekanisme bila Presiden tidak menandatangani UU. | Jika RUU yang telah disetujui DPR–Presiden tidak disahkan Presiden dalam 30 hari, RUU itu otomatis sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan. | Presiden tidak bisa melakukan “veto diam”. |
| Pasal 20A | Pasal Baru | Tidak ada. | DPR memiliki fungsi legislasi, anggaran, pengawasan, serta hak interpelasi, hak angket, hak menyatakan pendapat. | DPR ditegaskan sebagai lembaga kontrol pemerintah. |
| Pasal 22A | Pasal Baru | Tidak ada. | Tata cara pembentukan undang-undang diatur dengan undang-undang. | Standarisasi prosedur legislasi. |
| Pasal 22B | Pasal Baru | Tidak ada. | Mengatur mekanisme pemberhentian anggota DPR dalam undang-undang. | Penegasan disiplin internal DPR. |
| Bab IXA / Pasal 25E (kemudian dinomori 25A) | Bab & Pasal Baru | Tidak ada. | Menegaskan Indonesia sebagai negara kepulauan berciri Nusantara dengan wilayah dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang. | Konsep negara kepulauan dimasukkan ke konstitusi. |
| Pasal 26 ayat (2), (3) | Ayat Baru | Belum ada definisi rinci “penduduk”. | “Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia”; rincian diatur undang-undang. | Kepastian status penduduk/warga negara. |
| Pasal 27 ayat (3) | Ayat Baru | Tidak ada ayat khusus bela negara selain pengaturan lama. | Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara. | Kewajiban bela negara ditegaskan konstitusi. |
| Bab XA Pasal 28A–28J | Bab Baru (HAM) | Sebelumnya HAM tidak dijabarkan rinci dalam UUD. | Hak hidup, kebebasan beragama dan berpendapat, hak atas pendidikan, pekerjaan, informasi, kesehatan, jaminan sosial, perlindungan dari diskriminasi, serta pembatasan HAM oleh undang-undang demi ketertiban umum, moral, keamanan, dan sebagainya. | HAM ditempatkan eksplisit di dalam UUD. |
| Pasal 30 | Diubah total | Hanya ada ketentuan umum bela negara (tanpa pemisahan fungsi). | Lima ayat: TNI sebagai alat pertahanan negara; Polri bertugas menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat serta menegakkan hukum; sistem pertahanan-keamanan rakyat semesta; rincian diatur UU. | Memisahkan fungsi TNI (pertahanan) dan Polri (keamanan dalam negeri). |
| Bab XV Pasal 36A, 36B, 36C | Pasal Baru | Sebelumnya hanya Pasal 35 (bendera) dan Pasal 36 (bahasa). | 36A: Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”. 36B: Lagu Kebangsaan ialah “Indonesia Raya”. 36C: Ketentuan lebih lanjut diatur dalam undang-undang. |
Simbol negara (lambang, lagu kebangsaan) dikunci di tingkat UUD. |
3. Perubahan Ketiga UUD 1945 (9 November 2001)
Uraian Umum Perubahan Ketiga
- Kedaulatan rakyat dijalankan menurut UUD, bukan lagi sepenuhnya oleh MPR.
- Presiden/Wakil Presiden dipilih langsung oleh rakyat.
- Diatur mekanisme pemakzulan (impeachment) Presiden/Wapres melalui DPR → Mahkamah Konstitusi → MPR.
- Dibentuk Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Bab Pemilihan Umum, dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang mandiri.
- Dikuatkan transparansi APBN, peran Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan fungsi pengawasan anggaran negara.
- Diformalkan prinsip kekuasaan kehakiman yang merdeka, serta dibentuk Mahkamah Konstitusi (MK) dan Komisi Yudisial (KY).
Tabel Perubahan Perubahan Ketiga
| Pasal / Bab | Status | Sebelum Perubahan | Sesudah Perubahan | Catatan Substansi |
|---|---|---|---|---|
| Pasal 1 ayat (2) | Diubah | “Kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.” | “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.” | MPR tidak lagi disebut pemegang kedaulatan tertinggi. |
| Pasal 1 ayat (3) | Ayat Baru | Tidak ada ayat (3). | “Negara Indonesia adalah negara hukum.” | Prinsip negara hukum ditegaskan eksplisit dalam UUD. |
| Pasal 3 | Diubah | MPR menetapkan UUD dan GBHN (Garis-Garis Besar Haluan Negara). | MPR berwenang mengubah dan menetapkan UUD; melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden; hanya dapat memberhentikan Presiden/Wapres menurut ketentuan UUD. | GBHN dihapus; MPR tidak lagi sebagai lembaga tertinggi negara. |
| Pasal 6 | Diubah | Presiden harus “orang Indonesia asli”; Presiden/Wapres dipilih oleh MPR. | Calon Presiden/Wapres harus WNI sejak lahir, tidak pernah mengkhianati negara, sehat jasmani-rohani; syarat lain diatur undang-undang. | Kriteria etnis “Indonesia asli” dihapus; syarat jadi objektif-konstitusional. |
| Pasal 6A | Pasal Baru | Tidak ada. | Presiden dan Wapres dipilih langsung oleh rakyat dalam satu paket. Pasangan calon diusulkan partai politik/gabungan partai politik peserta pemilu. Mekanisme kemenangan diatur undang-undang. | Dasar konstitusional pemilihan langsung Presiden/Wapres. |
| Pasal 7A | Pasal Baru | Tidak ada. | Menyebut alasan pemberhentian Presiden/Wapres (pengkhianatan, korupsi, tindak pidana berat, perbuatan tercela, atau tidak lagi memenuhi syarat). | Landasan materiil untuk impeachment. |
| Pasal 7B | Pasal Baru | Tidak ada. | Mengatur prosedur pemakzulan: DPR menyatakan pendapat; Mahkamah Konstitusi memeriksa dan memutus dugaan pelanggaran; MPR memutus pemberhentian. | Prosedur impeachment berlapis, terkontrol, dan tidak sewenang-wenang. |
| Pasal 7C | Pasal Baru | Tidak ada. | Presiden tidak dapat membekukan atau membubarkan DPR. | Melarang konsentrasi kekuasaan eksekutif. |
| Pasal 8 ayat (1), (2) | Dirapikan + Ayat Baru | Wakil Presiden menggantikan Presiden bila berhalangan tetap/mangkat, tetapi belum rinci soal pengisian jabatan Wapres jika kosong. | Ayat (1) ditegaskan kembali; ayat (2) baru: jika jabatan Wakil Presiden kosong, MPR memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diajukan Presiden dalam 60 hari. | Menjamin kesinambungan pemerintahan. |
| Pasal 11 ayat (2), (3) | Diubah / Ditambah | Belum mengatur secara rinci perjanjian internasional yang berdampak luas atau berdampak keuangan negara. | Perjanjian internasional yang berdampak luas, menimbulkan akibat keuangan negara, atau memerlukan pembentukan/perubahan UU harus mendapat persetujuan DPR. Ketentuan lebih lanjut diatur undang-undang. | DPR ikut mengawasi kebijakan luar negeri strategis. |
| Pasal 17 ayat (4) | Ayat Baru | Tidak ada. | Pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian negara diatur dalam undang-undang. | Struktur kabinet tunduk UU, tidak sekadar kehendak Presiden. |
| Bab VIIA Pasal 22C, 22D | Bab & Pasal Baru | Tidak ada. | Membentuk Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Anggota DPD dipilih tiap provinsi melalui pemilihan umum. DPD dapat mengajukan RUU terkait otonomi daerah, hubungan pusat-daerah, pemekaran wilayah, pengelolaan sumber daya alam, serta perimbangan keuangan pusat-daerah. DPD memberi pertimbangan atas APBN, pajak, pendidikan, dan agama serta melakukan pengawasan atas pelaksanaan UU terkait isu daerah. | Lahirnya kamar daerah (DPD) → model bikameral asimetris. |
| Bab VIIB Pasal 22E | Bab & Pasal Baru | Tidak ada. | Pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun untuk memilih DPR, DPD, Presiden/Wapres, dan DPRD. Pemilu diselenggarakan oleh KPU yang nasional, tetap, dan mandiri. | Prinsip pemilu demokratis dimasukkan eksplisit dalam UUD. |
| Pasal 23 | Diubah | Belum menegaskan keterbukaan APBN secara rinci. | APBN ditetapkan tiap tahun dengan undang-undang; pelaksanaannya harus terbuka dan bertanggung jawab. RUU APBN diajukan Presiden, dibahas DPR dengan pertimbangan DPD. Bila DPR menolak, pemerintah menggunakan APBN tahun lalu. | Menegaskan transparansi APBN dan keterlibatan DPR/DPD. |
| Pasal 23A | Pasal Baru | Tidak ada. | Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang. | Kepastian dasar pemungutan pajak di level konstitusi. |
| Pasal 23C | Pasal Baru | Tidak ada. | Hal-hal lain mengenai keuangan negara diatur dengan undang-undang. | Membuka ruang pengaturan fiskal lewat undang-undang. |
| Bab VIIIA Pasal 23E, 23F, 23G | Bab & Pasal Baru | Tidak ada. | BPK memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara secara bebas dan mandiri; hasil pemeriksaan disampaikan kepada DPR, DPD, dan DPRD. Anggota BPK dipilih DPR dengan pertimbangan DPD serta disahkan Presiden. BPK berkedudukan di ibu kota negara dan memiliki perwakilan di setiap provinsi. | Audit negara dijamin konstitusi. |
| Pasal 24 | Diubah | Kekuasaan kehakiman dijalankan oleh Mahkamah Agung dan peradilan di bawahnya. | Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka; dijalankan oleh Mahkamah Agung (MA) dan badan peradilan di bawahnya serta oleh Mahkamah Konstitusi (MK). | Kemandirian kekuasaan kehakiman ditegaskan; Mahkamah Konstitusi diperkenalkan. |
| Pasal 24A | Pasal Baru | Tidak ada. | Mengatur Mahkamah Agung: kewenangan kasasi, uji peraturan di bawah undang-undang, serta mekanisme pengangkatan hakim agung. | Mempertegas kewenangan Mahkamah Agung di tingkat konstitusi. |
| Pasal 24B | Pasal Baru | Tidak ada. | Membentuk Komisi Yudisial yang mandiri. Komisi Yudisial mengusulkan pengangkatan hakim agung serta menjaga kehormatan, keluhuran martabat, dan perilaku hakim. | Lahir Komisi Yudisial sebagai pengawas etik peradilan. |
| Pasal 24C | Pasal Baru | Tidak ada. | Membentuk Mahkamah Konstitusi dengan kewenangan: menguji undang-undang terhadap UUD, memutus sengketa kewenangan lembaga negara, memutus pembubaran partai politik, memutus perselisihan hasil pemilu, dan memberi putusan atas pendapat DPR terkait dugaan pelanggaran oleh Presiden/Wapres. | Lahir Mahkamah Konstitusi sebagai penjaga konstitusi. |
4. Perubahan Keempat UUD 1945 (10 Agustus 2002)
Uraian Umum Perubahan Keempat
- MPR kini terdiri atas DPR dan DPD; tidak ada lagi “utusan golongan”.
- Ditetapkan mekanisme dua putaran Pilpres dan skenario darurat jika Presiden dan Wakil Presiden kosong bersamaan.
- Dewan Pertimbangan Agung (DPA) dihapus dari UUD; diganti dewan pertimbangan Presiden yang diatur dengan undang-undang.
- Hak pendidikan, peran negara dalam kebudayaan nasional dan daerah, jaminan sosial, dan layanan publik dimasukkan sebagai kewajiban konstitusional negara.
- Prinsip ekonomi demokratis, efisiensi berkeadilan, keberlanjutan, dan kemandirian nasional dituangkan dalam Pasal 33.
- Bentuk NKRI dinyatakan tidak dapat diubah melalui amandemen.
Tabel Perubahan Perubahan Keempat
| Pasal / Bab | Status | Sebelum Perubahan | Sesudah Perubahan | Catatan Substansi |
|---|---|---|---|---|
| Pasal 2 ayat (1) | Diubah | MPR = DPR + utusan daerah + utusan golongan. | MPR = DPR + DPD; keduanya dipilih melalui pemilihan umum. | Utusan golongan dihapus. DPD resmi bagian dari MPR. |
| Pasal 6A ayat (4) | Ayat Baru | Tidak ada mekanisme putaran kedua Pilpres. | Jika tidak ada pasangan yang langsung memenuhi syarat kemenangan nasional, dua pasangan dengan suara terbanyak pertama dan kedua maju ke pemilihan lanjutan oleh rakyat. | Dasar konstitusional Pilpres dua putaran. |
| Pasal 8 ayat (3) | Ayat Baru | Tidak ada skema jika Presiden dan Wakil Presiden kosong bersamaan. | Jika Presiden dan Wakil Presiden kosong bersamaan, tugas kepresidenan dijalankan bersama oleh Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Pertahanan. Dalam 30 hari MPR harus memilih Presiden dan Wakil Presiden baru dari dua pasangan calon dengan suara terbanyak pertama dan kedua pada pemilu sebelumnya. | Skenario darurat suksesi nasional — mencegah kekosongan kekuasaan. |
| Pasal 11 ayat (1) | Disempurnakan | Presiden menyatakan perang, membuat perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain tanpa penegasan ulang persetujuan DPR. | Presiden dengan persetujuan DPR menyatakan perang, membuat perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain. | Kebijakan luar negeri strategis wajib persetujuan DPR. |
| Pasal 16 | Rumusan Baru (DPA dihapus) | Bab IV “Dewan Pertimbangan Agung” (DPA) memberi nasihat kepada Presiden. | “Presiden membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden, yang selanjutnya diatur dalam undang-undang.” | DPA dihapus dari UUD. Dewan pertimbangan Presiden tidak lagi lembaga tinggi negara terpisah. |
| Pasal 23B | Pasal Baru | Tidak ada pengaturan khusus tentang mata uang. | “Macam dan harga mata uang ditetapkan dengan undang-undang.” | Penegasan kewenangan moneter diatur lewat UU. |
| Pasal 23D | Pasal Baru | Tidak diatur eksplisit soal bank sentral dalam UUD sebelumnya. | “Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang.” | Independensi bank sentral (misalnya Bank Indonesia) dijamin konstitusi. |
| Pasal 24 ayat (3) | Ayat Baru | Tidak ada ayat (3). | “Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang.” | Mengakui lembaga pendukung peradilan sebagai bagian dari sistem peradilan. |
| Pasal 31 & Pasal 32 | Diubah total | Pendidikan dan kebudayaan hanya dirumuskan singkat: hak mendapat pengajaran, negara memajukan kebudayaan nasional. | Pasal 31 (1)–(5): hak pendidikan; wajib pendidikan dasar yang dibiayai negara; sistem pendidikan nasional untuk meningkatkan iman, takwa, akhlak mulia; negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% APBN/APBD; pengembangan iptek berlandaskan nilai agama dan persatuan bangsa. Pasal 32 (1)–(2): negara memajukan kebudayaan nasional dan menjamin kebebasan masyarakat memelihara dan mengembangkan nilai budayanya; negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional. |
Pendidikan dibiayai negara, alokasi minimal 20% anggaran pendidikan, dan perlindungan budaya nasional serta budaya daerah dimasukkan ke UUD. |
| Pasal 33 ayat (4), (5) | Ayat Baru | Hanya ayat (1)–(3): perekonomian berdasar asas kekeluargaan; cabang produksi penting dikuasai negara; bumi, air, dan kekayaan alam dikuasai negara untuk kemakmuran rakyat. | Ayat (4): Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian nasional, serta menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Ayat (5): Ketentuan lebih lanjut diatur dengan undang-undang. |
Prinsip ekonomi demokratis, keberlanjutan, keadilan sosial, dan kemandirian dimuat eksplisit di UUD. |
| Pasal 34 ayat (1)–(4) | Ayat Baru / Perluasan | Sebelumnya hanya “Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.” | (1) Negara memelihara fakir miskin dan anak terlantar. (2) Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat lemah dan tidak mampu. (3) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan pelayanan umum yang layak. (4) Ketentuan lebih lanjut diatur dalam undang-undang. |
Jaminan sosial dan layanan publik dasar (pendidikan, kesehatan) jadi kewajiban konstitusional negara. |
| Pasal 25A | Penegasan Nomor Baru | Sebelumnya konsep negara kepulauan Nusantara dimuat sebagai Pasal 25E (Perubahan II). | “Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang.” | Menegaskan identitas Indonesia sebagai negara kepulauan berciri Nusantara. |
| Pasal 37 | Diatur ulang | Sebelumnya hanya mengatur secara umum syarat perubahan UUD. | (1) Usul perubahan UUD diajukan sekurang-kurangnya oleh 1/3 anggota MPR. (2) Usul harus diajukan secara tertulis, menyebutkan bagian yang diusulkan diubah beserta alasannya. (3) Sidang MPR untuk mengubah UUD harus dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota MPR. (4) Putusan untuk mengubah pasal-pasal UUD harus disetujui sekurang-kurangnya 50% + 1 dari seluruh anggota MPR. (5) Khusus bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat diubah. |
NKRI “dikunci” secara konstitusional. Tata cara amandemen dibuat sangat ketat. |
| Aturan Peralihan & Aturan Tambahan | Baru | Tidak ada aturan transisi pasca-amandemen IV pada naskah asli. | Menegaskan: peraturan perundang-undangan yang ada tetap berlaku sepanjang belum diganti; lembaga negara yang ada tetap berfungsi sampai bentuk baru sesuai UUD hasil perubahan berlaku penuh; Mahkamah Konstitusi wajib sudah terbentuk paling lambat 17 Agustus 2003; MPR diberi tugas meninjau Ketetapan MPRS/MPR lama; ditegaskan bahwa UUD 1945 setelah perubahan terdiri dari Pembukaan dan pasal-pasal. | Mengatur transisi menuju arsitektur ketatanegaraan baru setelah reformasi. |
F. Analisis Kritis atas Hasil Amandemen UUD 1945
1. Kelebihan
- Demokrasi konstitusional ditegaskan. Kedaulatan rakyat dijalankan menurut UUD, bukan diklaim oleh satu lembaga seperti MPR.
- Kekuasaan Presiden dibatasi. Masa jabatan maksimal dua periode; ada mekanisme pemakzulan; Presiden tidak boleh membubarkan DPR.
- Check and balance lebih jelas. DPR kuat di legislasi dan anggaran; DPD mewakili daerah; MK menguji UU; BPK mengaudit negara; Komisi Yudisial menjaga kehormatan hakim.
- HAM dijamin eksplisit. Bab XA (Pasal 28A–28J) memuat hak sipil, politik, ekonomi, sosial, budaya.
- Otonomi daerah diatur langsung dalam konstitusi. Termasuk pengakuan daerah istimewa/khusus dan hak-hak masyarakat adat.
- Pemilu langsung dan periodik dijamin UUD. Termasuk mandat KPU yang mandiri.
- Negara kesejahteraan ditegaskan. Pendidikan, jaminan sosial, layanan publik, dan kesehatan menjadi kewajiban negara.
2. Tantangan / Kelemahan
- Hubungan antarlembaga menjadi lebih kompleks. Karena tidak ada lagi “lembaga tertinggi negara”, potensi konflik kewenangan meningkat (misalnya DPR vs Presiden, pusat vs daerah, lembaga independen vs lembaga politik).
- DPD lemah dibanding DPR. Walau Indonesia punya dua kamar (DPR dan DPD), kewenangan legislasi DPD terbatas. Sistemnya bicameral asimetris.
- Pemerintahan presidensial tapi basis dukungan politik di DPR harus dinegosiasikan. Ini bisa menyebabkan politik transaksional.
- Otonomi daerah memunculkan tantangan baru. Kapasitas daerah berbeda-beda; muncul potensi korupsi daerah; tarik-menarik kewenangan pusat-daerah.
- Implementasi bergantung pada undang-undang pelaksana dan putusan MK. Banyak pasal konstitusi memerlukan UU lanjutan; kualitas praktik sangat tergantung produk hukum turunan.
3. Kebutuhan Perubahan Konstitusi Berikutnya (Diskursus Akademik)
- Penguatan peran DPD agar representasi daerah tidak hanya formal.
- Penataan ulang hubungan pusat-daerah agar otonomi daerah efektif dan akuntabel.
- Penguatan akuntabilitas lembaga negara independen (KPU, KY, BPK, bank sentral) agar tidak mudah dilemahkan.
- Pembaruan hak-hak konstitusional baru, seperti hak privasi data, hak lingkungan hidup yang berkelanjutan, hak atas kesehatan publik, dan jaminan sosial universal.
- Kejelasan mekanisme koalisi pemerintahan agar sistem presidensial lebih stabil tanpa merusak prinsip kontrol legislatif.
G. Penutup
Empat kali amandemen UUD 1945 (1999–2002) mengubah wajah ketatanegaraan Indonesia. Sebelum reformasi, kekuasaan sangat terkonsentrasi pada Presiden dan MPR. Setelah reformasi, kekuasaan dipisah, saling mengawasi, dan dibatasi oleh aturan konstitusional. Presiden dibatasi masa jabatannya; rakyat memilih Presiden secara langsung; DPR dan DPD memegang fungsi representasi; Mahkamah Konstitusi menguji undang-undang; BPK mengawasi keuangan negara; Komisi Yudisial menjaga etika kehakiman.
Lebih jauh, hak asasi manusia, otonomi daerah, jaminan sosial, pendidikan, kesehatan, bahkan anggaran pendidikan minimal 20%, sekarang hidup sebagai norma konstitusi. Bentuk NKRI juga “dikunci” agar tidak bisa diubah. Keseluruhan perubahan itu menunjukkan arah: Indonesia bergerak ke model negara hukum demokratis yang menempatkan rakyat sebagai pemegang kedaulatan, tetapi kedaulatan itu dijalankan menurut Undang-Undang Dasar.

No comments:
Post a Comment