Pendahuluan
Dalam dinamika hubungan antarnegara, fenomena perubahan bentuk atau keberlanjutan negara—seperti pemisahan wilayah, penggabungan, atau pergantian rezim—sering terjadi. Dalam konteks hukum internasional, muncul dua konsep penting: suksesi negara dan tanggung jawab negara. Keduanya memiliki implikasi yang sangat luas, baik dalam hubungan diplomatik, kewajiban traktat, hingga tanggung jawab atas pelanggaran hukum internasional.
Artikel ini mengupas tuntas kedua konsep tersebut, baik secara teoritis maupun dalam praktiknya, termasuk melalui studi kasus kontemporer.
1. Pengertian Suksesi Negara
Suksesi negara merujuk pada pergantian kedaulatan atas wilayah tertentu dari satu negara ke negara lain. Situasi ini dapat terjadi karena:
-
Pemisahan diri (secession)
-
Penggabungan negara (unification)
-
Pemisahan negara (dissolution)
-
Aneksasi (penggabungan paksa)
-
Transisi pemerintahan atau perubahan bentuk negara
Suksesi negara diatur dalam Konvensi Wina 1978 tentang Suksesi Negara dalam Hubungan Traktat, meskipun konvensi ini belum diratifikasi oleh semua negara dan tidak bersifat mengikat secara universal.
2. Bentuk-Bentuk Suksesi Negara
a. Pemecahan Negara (Dissolution)
Negara bubar menjadi dua atau lebih entitas baru.
Contoh:
-
Uni Soviet → menjadi 15 negara baru.
-
Yugoslavia → pecah menjadi Bosnia, Serbia, Kroasia, dll.
Dalam kasus ini, entitas baru biasanya memulai status sebagai negara baru, tanpa secara otomatis mewarisi kewajiban negara lama.
b. Pemisahan Diri (Secession)
Bagian dari negara memisahkan diri dan membentuk negara baru.
Contoh:
-
Eritrea dari Ethiopia (1993)
-
Sudan Selatan dari Sudan (2011)
Status keanggotaan dalam PBB dan perjanjian internasional tidak otomatis diwarisi.
c. Penggabungan Negara (Unification)
Dua negara atau lebih bergabung menjadi satu negara baru.
Contoh:
-
Jerman Barat dan Jerman Timur → Jerman Bersatu (1990)
d. Penggabungan Paksa (Aneksasi)
Satu negara menguasai wilayah negara lain tanpa persetujuan sah.
Contoh:
-
Aneksasi Krimea oleh Rusia (2014) – dianggap ilegal oleh mayoritas komunitas internasional.
3. Akibat Hukum dari Suksesi Negara
a. Terhadap Perjanjian Internasional
-
Negara baru tidak otomatis terikat dengan perjanjian negara pendahulunya (prinsip clean slate).
-
Namun, dalam kasus unifikasi atau penggabungan, negara hasil gabungan bisa meneruskan traktat yang ada.
b. Terhadap Keanggotaan Organisasi Internasional
-
Negara suksesi harus mendaftar ulang untuk menjadi anggota organisasi internasional.
-
Contoh: Rusia mewarisi kursi Uni Soviet di PBB, tetapi negara eks-Yugoslavia harus mengajukan keanggotaan baru.
c. Terhadap Utang dan Aset
-
Konvensi Wina 1983 mengatur tentang suksesi negara terkait properti, arsip, dan utang negara.
-
Prinsip umumnya: negosiasi bilateral → tidak selalu ada aturan tetap.
4. Pengertian Tanggung Jawab Negara
Tanggung jawab negara dalam hukum internasional mengacu pada konsekuensi hukum atas tindakan negara yang melanggar kewajiban internasionalnya.
Konsep ini telah dikodifikasi oleh International Law Commission (ILC) dalam Articles on Responsibility of States for Internationally Wrongful Acts (ARSIWA) 2001.
5. Unsur-Unsur Tanggung Jawab Negara
a. Tindakan yang Dapat Diatribusikan kepada Negara
Contohnya:
-
Tindakan resmi pemerintah atau pejabat negara
-
Tindakan organ negara, termasuk militer dan polisi
-
Tindakan kelompok bersenjata yang dikendalikan oleh negara
b. Pelanggaran terhadap Kewajiban Internasional
-
Melanggar traktat atau norma jus cogens
-
Melakukan agresi militer
-
Pelanggaran HAM berat
-
Tindakan genosida atau kejahatan terhadap kemanusiaan
6. Akibat Hukum dari Tanggung Jawab Negara
a. Kewajiban Menghentikan Pelanggaran
-
Negara harus segera menghentikan tindakan yang melanggar hukum internasional.
b. Reparasi (Ganti Rugi)
-
Bisa berupa restitusi, kompensasi, atau permintaan maaf.
c. Tindakan Balasan (Countermeasures)
-
Negara korban dapat mengambil tindakan proporsional yang bersifat damai, seperti pemutusan hubungan diplomatik atau ekonomi.
7. Penerapan dalam Praktik Internasional
a. Kasus Nicaragua v. USA (ICJ, 1986)
-
AS dinyatakan bertanggung jawab karena mendukung kelompok bersenjata melawan pemerintah Nicaragua.
b. Kasus Genosida: Bosnia v. Serbia (ICJ, 2007)
-
Serbia dianggap gagal mencegah genosida di Srebrenica dan tidak bekerja sama dengan tribunal internasional.
c. Kasus Aset Rusia dan Ukraina
-
Setelah aneksasi Krimea, Ukraina menuntut Rusia atas pelanggaran HAM dan pencaplokan wilayah, termasuk kerugian ekonomi.
8. Keterkaitan antara Suksesi dan Tanggung Jawab Negara
-
Dalam kasus suksesi, sering muncul pertanyaan: siapa yang bertanggung jawab atas pelanggaran negara lama?
-
Jika negara suksesi dianggap sebagai penerus hukum (legal successor), maka ia bisa diminta mempertanggungjawabkan utang atau pelanggaran negara pendahulunya.
-
Namun, prinsip ini tidak berlaku secara mutlak dan harus dilihat kasus per kasus.
9. Posisi Indonesia dalam Konteks Suksesi dan Tanggung Jawab Negara
a. Pengakuan Negara Baru
-
Indonesia mendukung prinsip self-determination, tetapi selektif dalam pengakuan negara baru (contoh: belum mengakui Kosovo, tetapi mendukung Palestina).
b. Perjanjian dan Kewajiban
-
Indonesia aktif menjaga kontinuitas hukum dalam setiap perubahan politik, termasuk dalam urusan penggantian pemerintahan.
Kesimpulan
Suksesi negara dan tanggung jawab negara merupakan dua konsep penting dalam hukum internasional yang kerap muncul dalam konteks konflik, perubahan wilayah, dan pelanggaran hukum internasional. Meskipun sering bersifat teknis dan kompleks, kedua konsep ini memiliki dampak besar terhadap keabsahan negara, hak-hak rakyat, dan hubungan antarnegara. Oleh karena itu, pemahaman yang mendalam terhadap keduanya menjadi kunci dalam menafsirkan praktik internasional secara adil dan konsisten.