Pendahuluan
Pemidanaan merupakan inti dari hukum pidana. Tidak hanya sebagai bentuk pembalasan atas perbuatan melawan hukum, pidana juga merupakan sarana untuk melindungi masyarakat, memperbaiki pelaku, dan mencegah kejahatan berulang.
Namun, pemidanaan bukan sekadar menjatuhkan hukuman. Di balik setiap putusan pidana terdapat prinsip, filosofi, dan teori yang menjadi dasar pertimbangan hakim, pembentuk undang-undang, dan aparatur penegak hukum.
Tulisan ini akan membahas secara mendalam teori-teori pemidanaan dalam hukum pidana, baik secara historis maupun dalam konteks praktik di Indonesia. Topik ini penting sebagai kelanjutan dari materi tentang asas dan sistematika hukum pidana.
I. Pengertian Pemidanaan
Pemidanaan dalam pengertian yuridis adalah tindakan menjatuhkan pidana kepada seseorang yang telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana. Sementara dalam pengertian filosofis, pemidanaan menyangkut soal mengapa seseorang harus dijatuhi hukuman, untuk apa hukuman itu diberikan, dan bagaimana bentuknya.
II. Tujuan Pemidanaan
Beberapa tujuan umum dari pemidanaan adalah:
-
Memberi efek jera bagi pelaku
-
Mencegah kejahatan (baik secara individual maupun kolektif)
-
Melindungi masyarakat dari kejahatan
-
Memulihkan keseimbangan sosial yang terganggu
-
Merehabilitasi pelaku agar kembali menjadi anggota masyarakat yang baik
III. Klasifikasi Teori Pemidanaan
Dalam literatur hukum pidana, teori-teori pemidanaan diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok utama, yaitu teori absolut, teori relatif, dan teori campuran.
1. Teori Absolut (Retributif)
Teori ini berpijak pada prinsip “pembalasan” atau vergelding. Hukuman dijatuhkan semata-mata karena pelaku pantas untuk dihukum sebagai akibat dari perbuatannya.
Tokoh utama: Immanuel Kant dan Georg Wilhelm Friedrich Hegel.
Ciri khas:
-
Tidak mempertimbangkan efek preventif atau rehabilitatif
-
Fokus pada keadilan murni: "siapa bersalah harus dihukum"
Kelebihan:
-
Menjunjung tinggi nilai keadilan
-
Tegas dalam penegakan norma hukum
Kritik:
-
Mengabaikan aspek kemanusiaan dan pemulihan
-
Tidak menjawab kebutuhan masyarakat akan pencegahan kejahatan
2. Teori Relatif (Preventif)
Teori ini memandang pemidanaan sebagai sarana untuk mencegah kejahatan di masa depan, baik secara umum maupun khusus.
Dibagi dua:
-
Preventif umum: mencegah masyarakat umum melakukan kejahatan karena takut dihukum
-
Preventif khusus: mencegah si pelaku mengulangi kejahatannya
Tokoh utama: Franz von Liszt
Kelebihan:
-
Adaptif dengan tujuan sosial hukum pidana
-
Menekankan efek pencegahan
Kritik:
-
Mengabaikan aspek keadilan substantif
-
Rentan menjadi alat represif negara
3. Teori Campuran (Gabungan Absolut dan Relatif)
Teori ini berusaha menggabungkan nilai keadilan (teori absolut) dengan manfaat sosial (teori relatif).
Contoh pendekatan:
-
Pelaku dihukum sebagai bentuk pembalasan atas perbuatan, tetapi juga dengan tujuan untuk memperbaikinya
-
Pemidanaan mempertimbangkan proporsionalitas dan efektivitas
IV. Teori Pemidanaan dalam KUHP dan RKUHP
KUHP yang berlaku (Wetboek van Strafrecht) tidak menyebutkan secara eksplisit teori pemidanaan, tetapi pasal-pasalnya mencerminkan prinsip campuran.
RKUHP (Rancangan KUHP) lebih eksplisit dalam menyebutkan tujuan pemidanaan, yaitu:
“Mewujudkan keadilan, memberikan efek jera, memperbaiki pelaku, serta memberikan perlindungan kepada masyarakat.”
RKUHP juga menambahkan pidana bersyarat, pidana kerja sosial, dan pendekatan keadilan restoratif, sebagai bentuk konkret penerapan teori campuran dalam pemidanaan.
V. Kritik Terhadap Praktik Pemidanaan di Indonesia
Meskipun teori campuran secara formal dianut, praktik di lapangan sering kali menyimpang:
-
Orientasi balas dendam masih kuat: banyak hakim menjatuhkan hukuman berat demi kepuasan publik atau tekanan media
-
Minimnya pendekatan restoratif dalam kejahatan ringan atau pelaku anak
-
Lapas yang overkapasitas: menunjukkan kegagalan sistem rehabilitasi
-
Kesenjangan sosial dalam pemidanaan: pelaku dari kalangan miskin sering kali lebih berat dihukum dibanding elite
VI. Pemidanaan Restoratif: Masa Depan Hukum Pidana?
Restorative Justice (RJ) kini menjadi wacana penting dalam reformasi hukum pidana. RJ menitikberatkan pada:
-
Pemulihan kerugian korban
-
Tanggung jawab pelaku untuk memperbaiki keadaan
-
Pelibatan komunitas dalam menyelesaikan konflik
Contoh penerapan RJ:
-
Diversi pada anak yang berhadapan dengan hukum
-
Mediasi penal dalam perkara ringan
-
Pendekatan non-formal di luar sistem peradilan
VII. Kesimpulan
Pemidanaan adalah wajah hukum pidana yang paling tampak oleh masyarakat. Namun di balik itu terdapat perdebatan filosofis yang panjang tentang untuk apa seseorang dihukum dan bagaimana cara menghukumnya secara adil.
Dengan memahami teori-teori pemidanaan, kita bisa menilai apakah sistem peradilan pidana di Indonesia benar-benar menegakkan keadilan atau sekadar menjalankan prosedur. Ke depan, pendekatan yang lebih berimbang antara keadilan, pencegahan, dan pemulihan akan menjadi kebutuhan dalam reformasi hukum pidana nasional.