Pendahuluan
Konflik antarnegara, meskipun diupayakan untuk dihindari, merupakan realitas dalam hubungan internasional. Perbedaan kepentingan, batas wilayah, pelanggaran perjanjian, atau persoalan kedaulatan dapat memicu sengketa antar entitas negara maupun non-negara. Hukum internasional hadir untuk mengatur cara penyelesaian sengketa tersebut dengan cara yang damai dan beradab, sesuai dengan prinsip-prinsip yang diatur dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Artikel ini akan membahas berbagai mekanisme penyelesaian sengketa internasional, baik secara yudisial maupun non-yudisial, lembaga-lembaga yang terlibat, serta tantangan-tantangan kontemporer yang dihadapi dalam praktiknya.
1. Pengertian Sengketa Internasional
Menurut Pasal 33 Piagam PBB, sengketa internasional adalah situasi yang dapat mengancam perdamaian dan keamanan internasional akibat pertentangan klaim antara dua pihak atau lebih, baik dalam bentuk politik, hukum, ekonomi, maupun militer.
Contoh klasik sengketa internasional:
1. Sengketa wilayah Laut China Selatan
2. Perselisihan perbatasan India–Pakistan (Kashmir)
3. Kasus genosida antara Gambia vs Myanmar di ICJ
2. Prinsip Penyelesaian Sengketa Internasional
Hukum internasional menekankan penyelesaian sengketa secara damai, sebagaimana disebut dalam Pasal 2 ayat 3 Piagam PBB, yang menegaskan bahwa:
"Semua anggota PBB harus menyelesaikan perselisihan internasional mereka dengan cara damai agar tidak membahayakan perdamaian dan keamanan internasional."
Terdapat dua bentuk utama penyelesaian:
1. Cara-cara damai (peaceful means)
2. Cara-cara paksa/non-damai (coercive means)
3. Mekanisme Penyelesaian Sengketa Secara Damai
a. Negosiasi (Negotiation)
Proses diplomasi langsung antara para pihak yang bersengketa tanpa pihak ketiga. Ini merupakan cara yang paling umum dan fleksibel.
b. Mediasi (Mediation)
Melibatkan pihak ketiga netral yang membantu menyampaikan posisi dan mencari titik temu antara pihak-pihak bersengketa.
Contoh: Peran Norwegia dalam perdamaian Israel–Palestina.
c. Konsiliasi (Conciliation)
Mirip dengan mediasi, tetapi pihak ketiga lebih aktif memberikan rekomendasi yang tidak mengikat.
d. Good Offices
Pihak ketiga hanya memfasilitasi pertemuan tanpa menawarkan solusi langsung.
e. Arbitrase (Arbitration)
Penyelesaian oleh suatu badan ad hoc berdasarkan kesepakatan para pihak. Putusannya bersifat mengikat (binding).
Contoh: Kasus Pulau Ligitan dan Sipadan antara Indonesia dan Malaysia.
f. Yudisial – Mahkamah Internasional (ICJ)
Mahkamah Internasional (International Court of Justice) adalah lembaga kehakiman utama PBB yang menyelesaikan sengketa antarnegara secara hukum formal dan putusannya mengikat.
4. Mekanisme Penyelesaian Sengketa Non-Damai
Jika jalur damai gagal dan sengketa mengancam stabilitas global, maka PBB, melalui Dewan Keamanan, dapat mengambil tindakan koersif:
a. Sanksi Diplomatik dan Ekonomi
1. Pemutusan hubungan diplomatik
2. Embargo senjata dan perdagangan
b. Tindakan Militer Kolektif
Langkah terakhir berupa intervensi militer atas dasar mandat PBB, seperti pada kasus Irak–Kuwait tahun 1991.
⚠️ Penting dicatat bahwa penggunaan kekuatan hanya sah apabila:
1. Untuk membela diri (Pasal 51 Piagam PBB)
2. Atas dasar resolusi Dewan Keamanan PBB
5. Lembaga-Lembaga Penyelesaian Sengketa Internasional
a. International Court of Justice (ICJ) – Mahkamah Internasional
1. Markas: Den Haag, Belanda
2. Hanya negara yang dapat menjadi pihak
3. Putusannya mengikat
b. International Tribunal for the Law of the Sea (ITLOS)
1. Mengadili sengketa maritim berdasarkan UNCLOS
Contoh: Kasus Filipina vs Tiongkok (Laut China Selatan)
c. World Trade Organization Dispute Settlement Body (WTO DSB)
1. Menyelesaikan sengketa dagang antarnegara
2. Bersifat wajib bagi anggota WTO
d. Permanent Court of Arbitration (PCA)
Baca juga Subjek Hukum Internasional: Negara, Organisasi Internasional, dan Individu dalam Dinamika Global
6. Tantangan dalam Penyelesaian Sengketa Internasional
a. Kurangnya Kepatuhan terhadap Putusan
Beberapa negara menolak tunduk pada putusan pengadilan internasional. Misalnya, Tiongkok yang menolak keputusan arbitrase Laut China Selatan (2016).
b. Politik dan Kekuasaan
Pengaruh politik negara besar di Dewan Keamanan dapat menghambat upaya penyelesaian sengketa secara adil.
c. Tidak Ada Mekanisme Pemaksaan Global
Hukum internasional masih bergantung pada kepatuhan sukarela (compliance), tanpa polisi internasional yang mampu memaksa.
d. Keterbatasan Yurisdiksi
Mahkamah Internasional hanya bisa mengadili jika para pihak setuju atau telah menyatakan pengakuan yurisdiksi secara tertulis sebelumnya.
silahkan klik sitemap untuk melihat berbagai materi hukum (hukum tata negara, hukum pidana, hukum perdata dan hukum internasional.
7. Relevansi bagi Indonesia
Indonesia sebagai negara yang aktif dalam diplomasi internasional memegang prinsip penyelesaian sengketa secara damai. Indonesia juga:
a. Aktif dalam ASEAN Regional Forum (ARF)
b. Menjadi pihak dalam berbagai traktat internasional
c. Pernah terlibat dalam penyelesaian sengketa melalui arbitrase (Sipadan–Ligitan)Kesimpulan
Penyelesaian sengketa internasional adalah bagian fundamental dari tata hukum global yang bertujuan menjaga perdamaian dan stabilitas antarnegara. Terdapat berbagai mekanisme yang bisa ditempuh mulai dari negosiasi hingga jalur pengadilan internasional, namun semuanya membutuhkan komitmen, kehendak politik, dan penghormatan terhadap hukum internasional. Dalam dunia yang semakin kompleks, peran hukum internasional akan semakin vital dalam menyelesaikan konflik tanpa kekerasan.