Penegakan Hukum atas Aktivitas LGBT di Indonesia

Infografik hukum LGBT di Indonesia: ikon larangan pelangi, siluet kepala manusia, palu hukum, dan teks penegakan moral publik serta dasar KUHP

🧩 1. Pendahuluan

Isu LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender) kembali menjadi sorotan publik setelah aparat Kepolisian mengamankan puluhan orang dalam kegiatan yang dianggap menyimpang secara moral dan hukum. Tindakan aparat negara menuai respons beragam: sebagian mendukung sebagai upaya menjaga moral masyarakat, sementara sebagian kecil lainnya mengkritik dari perspektif kebebasan individu.

Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk mendukung keberadaan atau gerakan LGBT, melainkan menganalisis bagaimana hukum positif Indonesia menghadapi realitas sosial tersebut, serta bagaimana nilai-nilai luhur Pancasila dan norma agama menjadi dasar pengaturannya.

📜 2. Dasar Hukum: UU Pornografi dan KUHP

Aktivitas LGBT di Indonesia tidak secara eksplisit dikriminalisasi dalam KUHP. Namun demikian, tindakan yang dilakukan di ruang publik atau melibatkan unsur pornografi dapat dijerat melalui:

1. UU No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, terutama Pasal 4 dan Pasal 10 yang melarang perbuatan memperlihatkan aktivitas seksual atau alat bantu seks kepada publik, baik langsung maupun melalui media.

2. Pasal 281 dan Pasal 282 KUHP tentang perbuatan asusila di tempat umum dan distribusi materi cabul.

3. Pasal 27 ayat (1) UU ITE jika materi cabul disebarkan melalui media elektronik.

Penangkapan terhadap kelompok LGBT dalam pesta-pesta privat atau semi-privat kerap menggunakan landasan ini apabila ditemukan bukti kuat berupa tindakan yang dapat dikategorikan sebagai melanggar kesusilaan dan norma publik.

📌 3. Moral Publik sebagai Landasan Penegakan Hukum

Indonesia adalah negara hukum yang menjunjung tinggi moralitas publik sebagai bagian integral dari kehidupan berbangsa. Hal ini tercermin dalam:

1. Pembukaan UUD 1945, yang menekankan pada Ketuhanan dan Kemanusiaan yang adil dan beradab.

2. Pasal 28J UUD 1945, yang menegaskan bahwa kebebasan individu dapat dibatasi demi moral, ketertiban, dan keamanan umum.

3. Nilai Pancasila, khususnya sila pertama dan kedua, yang tidak memisahkan hukum dari nilai agama dan kesusilaan.

Dalam konteks ini, penegakan hukum terhadap aktivitas LGBT yang menyalahi norma kesusilaan merupakan bagian dari tanggung jawab negara untuk menjaga tata moral masyarakat.

⚖️ 4. Polemik HAM dan Konsep Kebebasan

Kelompok pro-LGBT sering mengklaim bahwa penegakan hukum atas aktivitas mereka merupakan bentuk pelanggaran HAM. Namun perlu digarisbawahi:

Hak asasi manusia tidak bersifat absolut di Indonesia.

Pembatasan atas nama kepentingan umum, ketertiban, dan moral publik dijamin dalam konstitusi.

Negara memiliki kewenangan untuk menyeimbangkan antara hak individu dan hak masyarakat luas atas lingkungan sosial yang bersih, bermoral, dan sesuai nilai keagamaan.

Oleh karena itu, pembatasan terhadap promosi dan praktik LGBT—selama dilakukan secara proporsional dan berdasar hukum positif—merupakan kewenangan sah negara.

📚 5. Urgensi Peraturan Khusus Anti-LGBT

Melihat maraknya fenomena LGBT yang meresahkan di ruang digital maupun fisik, diperlukan:

a. Penguatan Regulasi

Pemerintah dan DPR dapat menyusun RUU Ketertiban Sosial atau menambahkan norma tentang orientasi seksual menyimpang dalam RUU KUHP, agar tidak menimbulkan celah hukum.

b. Pendidikan Karakter

Kurikulum pendidikan harus menanamkan nilai-nilai keluarga, etika, dan norma sosial yang kuat sejak usia dini untuk mencegah pengaruh ideologi seksualitas bebas.

c. Kontrol Media dan Internet

Pemerintah melalui Kominfo dan KPI perlu menindak konten LGBT di media sosial dan televisi agar tidak menyebarkan pengaruh negatif.

🌍 6. Argumen Agama dan Budaya Lokal

Mayoritas masyarakat Indonesia memeluk agama yang menolak praktik LGBT. Dalam ajaran Islam, Kristen, Hindu, maupun agama lokal, perilaku homoseksual dianggap menyimpang. Oleh karena itu:

Hukum negara tidak boleh lepas dari akar budaya dan keimanan rakyat.

Penerimaan LGBT secara hukum justru akan merusak tatanan keluarga, generasi muda, dan stabilitas moral bangsa.

Baca juga Negara Hukum dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia

🧠 7. Kesimpulan

Penegakan hukum terhadap aktivitas LGBT di Indonesia harus ditempatkan dalam kerangka:

1. Menjaga moral publik dan kesusilaan berdasarkan Pancasila dan konstitusi.

2. Mencegah penyimpangan sosial yang dapat merusak ketahanan keluarga dan masyarakat.

3. Menjaga keseimbangan antara hak individu dan hak masyarakat luas.

Indonesia tidak anti-kemanusiaan, namun Indonesia juga bukan negara liberal. Kita adalah bangsa yang religius, beradab, dan berkedaulatan. Maka dari itu, hukum harus menjadi perisai moral bangsa, bukan alat pembenaran perilaku menyimpang.

أحدث أقدم

نموذج الاتصال