Pembagian Kekuasaan dalam Hukum Tata Negara: Prinsip, Bentuk, dan Implementasinya di Indonesia

Ilustrasi pembagian kekuasaan dalam hukum tata negara: timbangan keadilan dengan tiga bangunan simbolis dan buku “Hukum Tata Negara”

Pendahuluan

Pembagian kekuasaan merupakan salah satu fondasi utama dalam teori dan praktik hukum tata negara. Konsep ini berkembang sebagai respon atas potensi kesewenang-wenangan kekuasaan absolut dalam sejarah politik umat manusia. Dalam konteks Indonesia, pembagian kekuasaan tidak hanya tercermin dalam Undang-Undang Dasar 1945, tetapi juga menjadi prinsip hidup dalam struktur ketatanegaraan yang demokratis dan menjunjung tinggi supremasi hukum.

Artikel ini akan membahas secara mendalam tentang prinsip-prinsip pembagian kekuasaan, bentuk-bentuknya (vertikal dan horizontal), serta bagaimana pembagian kekuasaan tersebut diterapkan dalam sistem pemerintahan Indonesia pasca reformasi.

1. Pengertian dan Prinsip Pembagian Kekuasaan

a. Pengertian

Pembagian kekuasaan adalah sistem di mana kekuasaan negara tidak terpusat pada satu lembaga atau individu, melainkan dibagi kepada beberapa lembaga yang menjalankan fungsi berbeda secara independen dan seimbang.

b. Prinsip Dasar

Prinsip dasar pembagian kekuasaan adalah untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) dan memastikan bahwa tidak ada satu lembaga pun yang memiliki kekuasaan absolut. Hal ini sesuai dengan ajaran Montesquieu dalam L'esprit des Lois (1748), yang menyatakan pentingnya pemisahan kekuasaan ke dalam tiga cabang:

  1. Kekuasaan legislatif (membuat undang-undang)

  2. Kekuasaan eksekutif (melaksanakan undang-undang)

  3. Kekuasaan yudikatif (mengawasi dan mengadili pelaksanaan undang-undang)

2. Pembagian Kekuasaan di Indonesia: Horizontal dan Vertikal

a. Pembagian Kekuasaan Secara Horizontal

Pembagian horizontal adalah pemisahan kekuasaan menurut fungsi dan jenis lembaga negara. Di Indonesia, pembagian ini mencakup:

  1. Kekuasaan Legislatif: Dipegang oleh DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) yang memiliki fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan.

  2. Kekuasaan Eksekutif: Dipegang oleh Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan yang menjalankan fungsi pemerintahan sehari-hari.

  3. Kekuasaan Yudikatif: Dipegang oleh Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, dan Komisi Yudisial dalam menyelenggarakan kekuasaan kehakiman.

  4. Kekuasaan Eksaminatif: Dipegang oleh BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) yang berfungsi mengaudit pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.

  5. Kekuasaan Konstitusional: Dipegang oleh Mahkamah Konstitusi sebagai penjaga konstitusi (the guardian of the constitution).

  6. Kekuasaan Pengawasan Etik: Dipegang oleh Komisi Yudisial, khususnya terhadap perilaku hakim.

Pembagian horizontal ini tidak bersifat pemisahan mutlak (separation of power) seperti di Amerika Serikat, tetapi bersifat pembagian kekuasaan (distribution of power) yang saling mengawasi dan saling mengimbangi (checks and balances).

b. Pembagian Kekuasaan Secara Vertikal

Pembagian vertikal menyangkut distribusi kekuasaan antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah, dikenal juga sebagai desentralisasi kekuasaan.

  • Pemerintahan Pusat memiliki kewenangan strategis yang menyangkut kedaulatan, pertahanan, keamanan, moneter, dan yustisi.

  • Pemerintahan Daerah (provinsi, kabupaten, dan kota) diberi otonomi luas untuk mengatur urusan rumah tangganya, sesuai dengan prinsip desentralisasi asimetris.

Dasar hukum pembagian kekuasaan vertikal ini adalah:

  • Pasal 18, 18A, dan 18B UUD 1945

  • UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

3. Implementasi dalam Sistem Pemerintahan Indonesia

a. Pemerintahan Presidensial

Indonesia menganut sistem presidensial, di mana Presiden sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan tidak bertanggung jawab kepada parlemen, namun tetap diawasi oleh lembaga legislatif.

Ciri khas sistem presidensial di Indonesia:

  • Presiden dipilih langsung oleh rakyat.

  • Masa jabatan tetap (5 tahun).

  • DPR tidak dapat menjatuhkan Presiden, kecuali melalui proses politik dan hukum tertentu seperti pemakzulan (impeachment).

b. Mekanisme Checks and Balances

Beberapa contoh implementasi mekanisme pengawasan antar lembaga:

  • DPR memiliki hak interpelasi, angket, dan menyatakan pendapat terhadap kebijakan Presiden.

  • Presiden harus mendapat persetujuan DPR dalam pengangkatan duta besar, deklarasi perang, dan perjanjian internasional strategis.

  • Mahkamah Konstitusi dapat membatalkan undang-undang yang bertentangan dengan UUD 1945.

  • Komisi Yudisial mengawasi perilaku hakim sebagai bentuk pengawasan internal kekuasaan kehakiman.

4. Tantangan dan Kritik

Walaupun struktur pembagian kekuasaan telah diatur, dalam praktiknya masih terdapat beberapa tantangan serius:

  • Tumpang tindih kewenangan antar lembaga (contoh: antara MA dan MK dalam menafsirkan norma hukum).

  • Intervensi politik terhadap lembaga yudisial, yang mengancam independensi kekuasaan kehakiman.

  • Pelemahan lembaga pengawas, seperti KPK, yang melemahkan fungsi pengawasan terhadap kekuasaan eksekutif.

  • Kurangnya pemahaman masyarakat terhadap fungsi lembaga negara dan hak-haknya sebagai warga negara.

5. Prospek Penguatan Pembagian Kekuasaan di Indonesia

Untuk menjaga demokrasi dan negara hukum, pembagian kekuasaan perlu terus diperkuat melalui:

  • Pendidikan konstitusional sejak dini agar masyarakat memahami struktur dan fungsi negara.

  • Peningkatan transparansi dan akuntabilitas lembaga negara.

  • Penguatan lembaga penegak hukum dan pengawasan internal.

  • Reformasi hukum dan perundang-undangan yang memperjelas batas kewenangan masing-masing lembaga.

Kesimpulan

Pembagian kekuasaan merupakan unsur esensial dalam menjaga keseimbangan dan kelangsungan pemerintahan yang demokratis. Dalam konteks Indonesia, sistem ini telah diadopsi secara adaptif melalui pembagian kekuasaan horizontal dan vertikal, serta dengan tetap mempertahankan prinsip kesatuan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Meskipun masih dihadapkan pada tantangan, komitmen terhadap prinsip-prinsip hukum tata negara akan menjadi kunci utama dalam membangun tata pemerintahan yang bersih, adil, dan demokratis.

أحدث أقدم

نموذج الاتصال