Hukum Pemerintahan Desa

Ilustrasi hukum pemerintahan desa: buku “Hukum Pemerintahan Desa”, timbangan keadilan, balai desa dengan bendera merah putih, dan warga bermusyawarah di bawah pohon dengan latar peta Indonesia

Pendahuluan

Desa merupakan entitas pemerintahan yang paling dekat dengan masyarakat. Ia bukan sekadar satuan administratif, tetapi juga menjadi tempat berlangsungnya demokrasi lokal, kehidupan sosial, dan pengelolaan sumber daya berbasis komunitas. Dalam konteks hukum tata negara Indonesia, pemerintahan desa memiliki kedudukan khusus yang diakui dan dijamin dalam konstitusi serta diperkuat dalam Undang-Undang Desa.

Materi ini membahas pengertian hukum pemerintahan desa, dasar hukumnya, struktur pemerintahan desa, kewenangan, hubungan dengan pemerintah daerah, hingga tantangan aktual dalam implementasinya. Pengetahuan ini sangat penting bagi para akademisi, mahasiswa hukum, aparatur pemerintah, dan masyarakat umum dalam memahami dinamika otonomi desa dalam negara kesatuan.

1. Pengertian Hukum Pemerintahan Desa

Hukum Pemerintahan Desa adalah cabang dari hukum tata negara yang mengatur eksistensi, kewenangan, struktur, dan hubungan desa sebagai entitas pemerintahan lokal dalam sistem negara kesatuan Republik Indonesia.

Desa sebagai subjek hukum diatur agar mampu menyelenggarakan pemerintahan, pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat secara otonom dalam kerangka NKRI.

2. Dasar Hukum Pemerintahan Desa

a. UUD NRI Tahun 1945

  • Pasal 18B ayat (2): "Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa dan satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia."

Pasal ini menegaskan bahwa desa diakui keberadaannya secara konstitusional, termasuk desa adat.

b. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa

UU ini menjadi tonggak penting dalam rekognisi desa sebagai entitas pemerintahan yang otonom, tidak sekadar pelaksana kebijakan dari atas, tetapi subjek pembangunan dari bawah.

3. Kedudukan dan Jenis Desa

a. Kedudukan Desa

  • Bagian dari sistem pemerintahan daerah, tetapi bukan satuan pemerintahan daerah seperti provinsi atau kabupaten.

  • Memiliki kewenangan asli berdasarkan hak asal-usul dan kewenangan yang didelegasikan oleh pemerintah daerah dan pusat.

b. Jenis-Jenis Desa

  1. Desa administratif (umum): mengikuti struktur negara modern.

  2. Desa adat: berbasis hukum adat, diakui secara konstitusional.

4. Prinsip-Prinsip Pemerintahan Desa

  1. Rekognisi: negara mengakui keberadaan desa yang telah ada sebelum negara Indonesia berdiri.

  2. Subsidiaritas: pengambilan keputusan dilakukan sedekat mungkin dengan warga desa.

  3. Kewenangan lokal berskala desa.

  4. Partisipatif dan demokratis.

  5. Transparansi dan akuntabilitas.

5. Struktur Pemerintahan Desa

a. Kepala Desa

  • Dipilih langsung oleh warga untuk masa jabatan 6 tahun dan dapat dipilih kembali sebanyak 3 kali masa jabatan.

  • Tugas utama: menyelenggarakan pemerintahan desa, pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat.

b. Perangkat Desa

  • Sekretaris desa dan kepala-kepala urusan, seperti urusan keuangan, perencanaan, pelayanan, dan lain-lain.

c. Badan Permusyawaratan Desa (BPD)

  • Berfungsi seperti "parlemen desa".

  • Mewakili aspirasi masyarakat dan mengawasi jalannya pemerintahan desa.

6. Kewenangan Desa

UU Desa memberikan empat jenis kewenangan utama kepada desa:

  1. Kewenangan berdasarkan hak asal usul

    • Contoh: pengelolaan hutan adat, tanah ulayat.

  2. Kewenangan lokal berskala desa

    • Contoh: pengelolaan pasar desa, irigasi kecil.

  3. Kewenangan yang didelegasikan oleh pemerintah pusat/daerah

    • Contoh: program kesehatan ibu dan anak.

  4. Tugas pembantuan

    • Contoh: pendataan penduduk untuk program nasional.

Baca juga Hukum Pemerintahan Daerah

7. Keuangan dan Dana Desa

a. Sumber Keuangan Desa

  • Pendapatan Asli Desa (PADes): dari hasil usaha milik desa, retribusi desa, hasil kekayaan desa.

  • Transfer dari pusat dan daerah: Dana Desa, Alokasi Dana Desa, bagi hasil pajak daerah.

b. Dana Desa

  • Diatur oleh UU Desa dan APBN.

  • Diberikan langsung dari pemerintah pusat kepada rekening desa.

  • Prioritas penggunaan: pembangunan infrastruktur, pemberdayaan masyarakat, dan pengentasan kemiskinan.

8. Hubungan Desa dengan Pemerintah Daerah

Desa bukan bawahan pemerintah kabupaten/kota, tetapi memiliki hubungan koordinatif dan supervisi, khususnya:

  • Dalam perencanaan dan pelaporan keuangan.

  • Dalam sinkronisasi program pembangunan.

  • Dalam pembinaan aparatur dan fasilitasi pengembangan kapasitas.

9. Tantangan dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Desa

a. Kapasitas SDM Desa

Banyak aparatur desa yang belum memiliki kompetensi teknis, khususnya dalam pengelolaan keuangan dan perencanaan pembangunan.

b. Penyalahgunaan Dana Desa

Korupsi dana desa menjadi sorotan serius. Hal ini mencerminkan lemahnya pengawasan dan kurangnya transparansi.

c. Konflik Kepala Desa dan BPD

Sering terjadi ketegangan antara kepala desa dan BPD, terutama dalam perencanaan anggaran dan pengambilan keputusan.

d. Intervensi Politik

Pemilihan kepala desa rentan terhadap politik uang, pengaruh elite lokal, dan polarisasi masyarakat.

10. Arah Reformasi dan Penguatan Pemerintahan Desa

Agar pemerintahan desa benar-benar menjadi ujung tombak pelayanan publik dan pemberdayaan masyarakat, perlu:

  • Peningkatan kualitas SDM aparatur desa melalui pelatihan dan sertifikasi.

  • Digitalisasi administrasi desa untuk mempercepat layanan dan meningkatkan transparansi.

  • Partisipasi masyarakat desa dalam musyawarah desa dan penyusunan RPJMDes.

  • Penguatan peran BPD sebagai mitra kritis pemerintah desa.

  • Pengawasan berbasis komunitas untuk mencegah penyimpangan.

Kesimpulan

Hukum pemerintahan desa memberikan kerangka hukum dan kelembagaan bagi penyelenggaraan pemerintahan yang demokratis, partisipatif, dan berbasis kearifan lokal di tingkat paling bawah. Dalam kerangka negara kesatuan, desa diberi otonomi untuk mengelola urusan lokal sesuai dengan potensi dan kebutuhan masyarakat setempat. Namun, keberhasilan otonomi desa bergantung pada kualitas tata kelola, pengawasan yang efektif, serta partisipasi aktif masyarakat desa itu sendiri.

Oleh karena itu, membangun desa bukan hanya soal pembangunan fisik, melainkan juga penguatan hukum, kelembagaan, dan budaya demokrasi dari akar rumput.

Previous Post Next Post

نموذج الاتصال