Pertanggungjawaban Pidana: Siapa yang Dapat Dipidana dan Mengapa?

Ilustrasi pertanggungjawaban pidana: dokumen bertuliskan “Pertanggungjawaban Pidana”, palu hakim, borgol, timbangan keadilan, dan siluet terdakwa di ruang sidang

Pendahuluan

Dalam praktik hukum pidana, tidak semua orang yang melakukan perbuatan pidana otomatis dapat dijatuhi pidana. Ada prinsip penting yang harus diperhatikan: pertanggungjawaban pidana. Konsep ini menjawab dua pertanyaan mendasar: siapa yang dapat dipidana? dan mengapa seseorang harus bertanggung jawab secara pidana atas perbuatannya?

Pertanggungjawaban pidana adalah elemen sentral dalam sistem peradilan pidana. Ia menjadi filter untuk memastikan bahwa hanya orang yang memiliki kesalahan secara hukum, baik secara mental, psikologis, maupun moral—yang dapat dimintai pertanggungjawaban. Artikel ini menguraikan secara mendalam prinsip-prinsip, syarat, bentuk, dan batasan pertanggungjawaban pidana dalam hukum Indonesia.

I. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana

Pertanggungjawaban pidana adalah kemampuan hukum seseorang untuk dipidana karena perbuatan yang dilakukannya, sepanjang memenuhi unsur-unsur kesalahan yang ditentukan dalam hukum pidana.

Dalam doktrin hukum pidana, seseorang tidak cukup hanya melakukan perbuatan yang melanggar hukum, tetapi juga harus memenuhi syarat subjektif tertentu, seperti:

  • Adanya kemampuan bertanggung jawab

  • Adanya kesalahan (dolus atau culpa)

  • Tidak adanya alasan pemaaf

II. Unsur-Unsur Pertanggungjawaban Pidana

Secara umum, ada tiga unsur utama yang harus dipenuhi agar seseorang dapat dimintai pertanggungjawaban pidana:

1. Kemampuan Bertanggung Jawab (toerekeningsvatbaarheid)

Artinya, pelaku harus berada dalam kondisi jiwa yang normal dan dewasa secara hukum. Mereka yang tidak mampu memahami atau mengendalikan perbuatannya tidak dapat dimintai pertanggungjawaban pidana.

Contoh subjek yang tidak mampu bertanggung jawab:

  • Anak-anak di bawah usia 12 tahun (Pasal 45 KUHP)

  • Orang dengan gangguan jiwa (Pasal 44 KUHP)

2. Kesalahan (schuld)

Terdapat dua bentuk utama kesalahan:

  • Kesengajaan (dolus): Pelaku mengetahui dan menghendaki akibat dari perbuatannya.

  • Kealpaan (culpa): Pelaku tidak berniat, tetapi akibat terjadi karena kelalaiannya.

3. Tidak Ada Alasan Pemaaf (schulduitsluitingsgrond)

Artinya, pelaku tidak sedang dalam keadaan yang membenarkan atau memaafkan perbuatannya, seperti:

  • Daya paksa (overmacht) – Pasal 48 KUHP

  • Pembelaan terpaksa (noodweer) – Pasal 49 KUHP

  • Perintah jabatan yang sah (ambtelijk bevel) – Pasal 51 KUHP

III. Bentuk Pertanggungjawaban Pidana

Pertanggungjawaban pidana dalam sistem hukum Indonesia dikenal dalam berbagai bentuk, antara lain:

A. Pertanggungjawaban Individual

Hanya orang yang melakukan dan bersalah yang dapat dihukum. Ini selaras dengan asas nulla poena sine culpa (tiada pidana tanpa kesalahan).

Contoh: Dalam kasus pembunuhan, hanya pelaku utama dan pihak yang terbukti membantu atau menyuruh melakukan yang dapat dimintai pertanggungjawaban.

B. Pertanggungjawaban Korporasi (Corporate Criminal Liability)

Dalam beberapa delik seperti korupsi, lingkungan hidup, dan tindak pidana pencucian uang, badan hukum atau perusahaan juga dapat dimintai pertanggungjawaban pidana.

Dasar hukum:

  • UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

  • UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

C. Pertanggungjawaban Pidana Anak

Anak di bawah umur 18 tahun diproses melalui sistem peradilan anak berdasarkan UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, yang menekankan:

  • Diversi

  • Restorative justice

  • Pengurangan pemidanaan

IV. Pengecualian Pertanggungjawaban Pidana

Tidak semua pelaku perbuatan pidana dapat dimintai pertanggungjawaban. Dalam KUHP dan doktrin hukum pidana, dikenal beberapa kategori pengecualian, antara lain:

1. Anak di Bawah Umur

Anak yang belum cukup umur tidak dapat dimintai pertanggungjawaban pidana secara penuh. Pasal 45 KUHP dan peraturan terkait peradilan anak menjadi rujukan utama.

2. Orang dengan Gangguan Jiwa

Pasal 44 KUHP menyatakan bahwa pelaku tidak dapat dipidana jika perbuatannya dilakukan dalam keadaan tidak sadar karena gangguan jiwa.

3. Keadaan Memaksa (Overmacht)

Jika seseorang dipaksa oleh situasi atau ancaman nyata dan tidak dapat menghindarinya, ia dapat dibebaskan dari pidana.

4. Pembelaan Terpaksa (Noodweer)

Tindakan membela diri dari serangan yang melanggar hukum dapat membebaskan pelaku dari pertanggungjawaban pidana.

Baca juga Materi Teori Pemidanaan

V. Studi Kasus Sederhana

Kasus 1: Tabrakan oleh Anak di Bawah Umur

Seorang anak usia 11 tahun mengendarai sepeda motor dan menabrak pejalan kaki. Walau telah menyebabkan luka, anak tersebut tidak dapat dimintai pertanggungjawaban pidana, karena belum mencapai usia pertanggungjawaban menurut hukum.

Kasus 2: Perusahaan Buang Limbah ke Sungai

Sebuah perusahaan diketahui membuang limbah kimia ke sungai yang menyebabkan kematian ikan dan kerusakan ekosistem. Dalam kasus ini, perusahaan sebagai badan hukum dapat dimintai pertanggungjawaban pidana, beserta pejabat yang memberi perintah.

VI. Urgensi Pertanggungjawaban Pidana dalam Penegakan Hukum

Pertanggungjawaban pidana merupakan pilar keadilan substantif dalam sistem hukum. Tanpa konsep ini, hukum pidana bisa berubah menjadi alat kekuasaan yang sewenang-wenang. Oleh karena itu, penting bagi:

  • Penegak hukum untuk menilai kelayakan pertanggungjawaban secara objektif

  • Masyarakat memahami hak dan kewajiban hukum mereka

  • Pembuat undang-undang memperhatikan asas-asas keadilan dalam merumuskan delik

Kesimpulan

Pertanggungjawaban pidana adalah bagian tak terpisahkan dari sistem hukum pidana yang adil dan rasional. Ia menjadi mekanisme penyaring agar tidak semua orang yang tampak bersalah dijatuhi pidana secara otomatis. Hanya mereka yang memenuhi unsur kesalahan dan mampu bertanggung jawab secara hukum yang dapat dihukum.

Konsep ini juga menjadi fondasi penting untuk reformasi hukum pidana ke depan, di mana pendekatan restoratif, proporsional, dan berbasis HAM semakin dibutuhkan dalam menghadapi kompleksitas kejahatan modern.

Previous Post Next Post

نموذج الاتصال